RUU KEIMIGRASIAN

Posted by malegoats82 Labels:


RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN…
TENTANG
KEIMIGRASIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan pelaksanaan penegakan kedaulatan atas wilayah negara Republik Indonesia dalam rangka menjaga ketertiban kehidupan berbangsa dan bernegara menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa perkembangan global dewasa ini mendorong meningkatnya mobilitas penduduk dunia yang menimbulkan berbagai dampak baik yang menguntungkan maupun yang merugikan kepentingan dan kehidupan bangsa dan negara Republik Indonesia sehingga diperlukan pengaturan peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum yang sejalan dengan penghormatan, perlindungan, dan pemajuan hak asasi manusia;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian sudah tidak memadai lagi sebagai akibat berbagai perkembangan kebutuhan pengaturan, terutama pengaturan dan pelayanan di bidang keimigrasian sehingga perlu dicabut dan diganti dengan Undang-undang baru yang lebih komprehensif serta mampu menjawab tantangan yang ada;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Keimigrasian;

Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 26 ayat (2), dan Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEIMIGRASIAN.

BAB I
hukum KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Keimigrasian adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi keimigrasian dalam rangka mengatur lalu-lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia, menjaga tegaknya kedaulatan negara, serta pengawasan keberadaan dan kegiatan orang asing dalam wilayah negara berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2. Wilayah negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat wilayah Indonesia adalah seluruh wilayah Indonesia serta zona tertentu yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Fungsi keimigrasian adalah bagian dari fungsi pemerintahan negara yang melakukan pelayanan kepada masyarakat, penegakan keimigrasian dan keamanan negara, serta fasilitator pembangunan ekonomi.
4. Orang asing adalah orang yang bukan warga negara Indonesia.
5. Pimpinan adalah Menteri atau kepala lembaga yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang keimigrasian.
6. Pejabat Imigrasi adalah pejabat yang memiliki keahlian teknis keimigrasian dan mempunyai wewenang, tugas, dan tanggung jawab di bidang keimigrasian.
7. Petugas Pemeriksa Pendaratan adalah petugas imigrasi yang berwenang melakukan pemeriksaan terhadap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia di Tempat Pemeriksaan Imigrasi atau tempat lain yang ditetapkan oleh Pimpinan.
7. Penyidik Keimigrasian adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil Imigrasi yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untuk melakukan penyidikan tindak pidana keimigrasian.
8. Kantor Imigrasi adalah unit pelaksana teknis yang menjalankan fungsi keimigrasian di daerah kabupaten, kota, atau kecamatan.
9. Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah tempat pemeriksaan di pelabuhan laut, bandar udara, pos lintas batas, atau tempat lain sebagai tempat masuk dan keluar wilayah Indonesia.
10. Dokumen Perjalanan adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara atau Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melakukan perjalanan antarnegara yang memuat identitas pemegangnya.
11. Paspor Republik Indonesia adalah dokumen negara yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan perjalanan antarnegara yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku selama jangka waktu tertentu.
12. Surat Perjalanan Laksana Paspor Republik Indonesia adalah dokumen resmi pengganti paspor yang diberikan dalam keadaan tertentu.
13. Dokumen Keimigrasian adalah perizinan tertulis yang menunjukkan legalitas keberadaan dan kegiatan orang asing di wilayah Indonesia yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi yang berwenang.
14. Visa untuk Republik Indonesia yang selanjutnya disebut visa adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang pada perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi orang asing untuk melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia.
15. Izin Masuk adalah izin yang diberikan oleh Petugas Pemeriksa Pendaratan kepada orang asing untuk masuk wilayah Indonesia.
16. Tanda Masuk adalah tanda tertentu berupa cap yang dibubuhkan pada dokumen perjalanan warga negara Indonesia dan orang asing pemegang Izin Masuk Kembali atau tanda lainnya baik manual maupun elektronik yang diberikan oleh Petugas Pemeriksa Pendaratan sebagai tanda bahwa yang bersangkutan masuk wilayah Indonesia.
17. Tanda Keluar adalah tanda tertentu berupa cap yang dibubuhkan pada dokumen perjalanan warga negara Indonesia dan orang asing atau tanda lainnya baik manual maupun elektronik yang diberikan oleh Petugas Pemeriksa Pendaratan sebagai tanda bahwa yang bersangkutan keluar wilayah Indonesia.
18. Izin Masuk Kembali adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi kepada orang asing pemegang Izin Tinggal Terbatas dan Izin Tinggal Tetap untuk masuk kembali ke wilayah Indonesia.
19. Izin Tinggal adalah izin yang diberikan kepada orang asing oleh Pejabat Imigrasi untuk berada di wilayah Indonesia.
20. Alat Angkut adalah kapal laut, pesawat udara, atau sarana transportasi lain yang lazim dipergunakan baik untuk mengangkut orang maupun barang.
21. Pencegahan adalah larangan terhadap orang untuk keluar dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan keimigrasian, piutang negara, perkara pidana, serta keamanan dan ketertiban umum.
22. Penangkalan adalah larangan terhadap orang asing untuk masuk ke wilayah Indonesia berdasarkan alasan yang ditentukan dalam Undang-undang ini.
23. Tindakan Administratif Keimigrasian adalah tindakan administratif dalam bidang keimigrasian yang dikenakan kepada orang asing di luar proses peradilan.
24. Intelijen Keimigrasian adalah kegiatan penyelidikan keimigrasian dan pengamanan keimigrasian di dalam rangka proses penyajian informasi melalui analisis guna menetapkan perkiraan keadaan keimigrasian yang dihadapi atau yang akan dihadapi.
25. Penyelundupan orang adalah tindakan membawa orang masuk atau keluar wilayah negara Indonesia secara tidak sah.
26. Rumah atau Ruang Detensi adalah tempat penampungan sementara bagi orang asing yang tidak memiliki izin tinggal atau menunggu proses deportasi.
27. Deportasi adalah tindakan paksa mengeluarkan orang asing dari wilayah Indonesia.
28. Penanggung jawab alat angkut adalah pemilik, pengurus, agen, nakhoda, kapten kapal, kapten pilot, atau pengemudi alat angkut yang bersangkutan.
29. Penumpang adalah setiap orang yang berada di atas alat angkut selain awak alat angkut.

Pasal 2
Setiap warga negara Indonesia berhak melakukan perjalanan ke luar dan masuk wilayah Indonesia.

BAB II
FUNGSI DAN PELAKSANAAN KEIMIGRASIAN

Pasal 3
(1) Fungsi keimigrasian dilaksanakan oleh Pemerintah.
(2) Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah menetapkan kebijakan keimigrasian.

Pasal 4
(1) Untuk melaksanakan fungsi keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dibentuk Kantor Imigrasi di setiap kabupaten, kota, atau kecamatan.
(2) Selain Kantor Imigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk Rumah atau Ruang Detensi Imigrasi di ibukota negara, provinsi, kabupaten, atau kota.
(3) Penetapan Tempat Pemeriksaan Imigrasi atau pos imigrasi atau pos lintas batas di wilayah kerja Kantor Imigrasi ditetapkan berdasarkan Keputusan Pimpinan.

Pasal 5
(1) Pada setiap perwakilan Republik Indonesia atau tempat lain di luar negeri terdapat tugas dan fungsi keimigrasian yang dilaksanakan oleh Pejabat Imigrasi.
(2) Dalam hal belum ada Pejabat Imigrasi pada perwakilan Republik Indonesia dan tempat lain di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tugas dan fungsi keimigrasian dilaksanakan oleh pejabat dinas luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 6
Pemerintah dapat melakukan kerja sama internasional di bidang keimigrasian dengan negara lain atau dengan badan atau organisasi internasional dengan mendasarkan pada peraturan perundang-undangan.

BAB III
MASUK DAN KELUAR WILAYAH INDONESIA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 7
(1) Setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia wajib memiliki dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku.
(2) Setiap orang asing yang masuk wilayah Indonesia wajib memiliki visa yang sah dan masih berlaku.

Pasal 8
(1) Setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia, wajib melalui pemeriksaan yang dilakukan oleh Petugas Pemeriksa Pendaratan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan dokumen perjalanan dan/atau identitas diri.


(3) Dalam hal adanya keraguan atas keabsahan dokumen perjalanan dan/atau identitas diri seseorang, Petugas Pemeriksa Pendaratan berwenang untuk melakukan penggeledahan terhadap badan dan barang bawaan dan dapat dilanjutkan dengan proses penyelidikan keimigrasian.

Bagian Kedua
Masuk Wilayah Indonesia

Pasal 9
(1) Orang asing dapat masuk ke wilayah Indonesia setelah mendapat Izin Masuk dari Petugas Pemeriksa Pendaratan.
(2) Warga negara Indonesia dapat masuk ke wilayah Indonesia setelah mendapat Tanda Masuk dari Petugas Pemeriksa Pendaratan.

Pasal 10
(1) Pejabat Imigrasi dapat memberikan izin masuk darurat kepada orang asing dalam keadaan darurat.
(2) Izin masuk darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku sebagai izin tinggal kunjungan darurat.

Pasal 11
(1) Petugas Pemeriksa Pendaratan dapat menolak orang asing masuk wilayah Indonesia dalam hal orang asing tersebut:
a. namanya tercantum dalam daftar penangkalan;
b. tidak memiliki Dokumen Perjalanan yang sah dan berlaku;
c. memiliki Dokumen Perjalanan dan/atau visa yang diduga palsu;
d. tidak memiliki visa, kecuali yang dibebaskan dari kewajiban memiliki visa;
e. ternyata menderita gangguan jiwa atau penyakit menular yang membahayakan kesehatan umum, atau diduga akan melakukan perbuatan yang melanggar norma kesusilaan yang berlaku di Indonesia;
f. telah memberi keterangan yang tidak benar dalam memperoleh visa;
g. diduga sebagai orang yang terlibat dalam kejahatan internasional dan kejahatan transnasional terorganisasi;
h. menunjukkan perilaku yang akan membahayakan keamanan atau ketertiban umum;
i. termasuk dalam daftar pencarian orang untuk ditangkap dari suatu negara asing;
j. diduga terlibat dalam kegiatan makar terhadap Pemerintah Republik Indonesia;
k. diduga akan melakukan kegiatan pelacuran, perdagangan wanita atau anak-anak, perdagangan narkotika atau psikotropika, atau perdagangan senjata api secara ilegal;
l. tidak memiliki biaya hidup yang cukup bagi dirinya atau keluarganya untuk berada di wilayah Indonesia.
(2) Orang asing yang ditolak masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan dalam pengawasan.

Pasal 12
(1) Setiap warga negara Indonesia tidak dapat ditolak masuk wilayah Indonesia.
(2) Dalam hal terdapat keraguan terhadap dokumen perjalanan seorang warga negara Indonesia dan/atau status kewarganegaraannya maka yang bersangkutan harus memberikan bukti lain yang sah dan meyakinkan yang menunjukan bahwa yang bersangkutan adalah warga negara Indonesia.
(3) Dalam rangka menunggu bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang bersangkutan dapat ditempatkan dalam Ruang Detensi Imigrasi.

Bagian Ketiga
Keluar Wilayah Indonesia

Pasal 13
Setiap orang dapat keluar wilayah Indonesia setelah mendapat Tanda Keluar dari Petugas Pemeriksa Pendaratan.

Pasal 14
(1) Petugas Pemeriksa Pendaratan berwenang menolak orang untuk ke luar wilayah Indonesia dalam hal orang tersebut:
a. tidak memiliki Dokumen Perjalanan yang sah dan masih berlaku; atau
b. diperlukan untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan atas permintaan pejabat yang berwenang.
(2) Petugas Pemeriksa Pendaratan juga berwenang menolak orang asing untuk ke luar wilayah Indonesia dalam hal orang asing tersebut masih mempunyai kewajiban di Indonesia yang harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Bagian Keempat
Kewajiban Penanggung Jawab Alat Angkut

Pasal 15
(1) Penanggung jawab alat angkut yang masuk atau keluar wilayah Indonesia dengan alat angkutnya wajib melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(2) Penanggung jawab alat angkut yang membawa penumpang yang akan masuk atau ke luar wilayah Indonesia hanya dapat menurunkan atau menaikkan penumpang di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(3) Nakhoda kapal laut wajib melarang orang asing yang tidak mendapat Izin Masuk untuk meninggalkan alat angkutnya selama alat angkut tersebut berada di wilayah Indonesia.

Pasal 16
(1) Penanggung jawab alat angkut yang datang dari luar wilayah Indonesia atau akan berangkat keluar wilayah Indonesia diwajibkan untuk:
a. memberitahukan rencana kedatangan atau rencana keberangkatan secara tertulis kepada Petugas Pemeriksa Pendaratan;
b. menyampaikan daftar penumpang dan daftar awak alat angkut yang ditandatanganinya kepada Petugas Pemeriksa Pendaratan;
c. memberikan tanda atau mengibarkan bendera isyarat bagi kapal laut yang datang dari luar wilayah Indonesia dengan membawa penumpang;
d. melarang setiap orang naik atau turun dari alat angkut tanpa izin Petugas Pemeriksa Pendaratan sebelum dan selama dilakukan pemeriksaan keimigrasian;
e. melarang setiap orang naik atau turun dari alat angkut yang telah mendapat penyelesaian keimigrasian selama menunggu keberangkatan;
f. membawa kembali keluar wilayah Indonesia pada kesempatan pertama setiap orang asing yang datang dengan alat angkutnya yang tidak mendapat Izin Masuk;
g. menjamin bahwa orang asing yang diduga atau dicurigai akan masuk ke wilayah Indonesia secara tidak sah, untuk tidak turun dari alat angkutnya; dan
h. menanggung segala biaya yang timbul sebagai akibat pemulangan setiap penumpang dan/atau awak alat angkutnya.


(2) Penanggung jawab alat angkut udara reguler yang telah memiliki Sistem Informasi Pemrosesan Pendahuluan Data Penumpang wajib melakukan kerja sama dalam rangka pemberitahuan data penumpang melalui Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian.

Pasal 17
(1) Penanggung jawab alat angkut wajib meneliti Dokumen Perjalanan dan/atau visa setiap penumpang yang akan melakukan perjalanan masuk ke wilayah Indonesia.
(2) Penelitian dilakukan sebelum penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) naik ke alat angkutnya yang akan menuju ke wilayah Indonesia.
(3) Penanggung jawab alat angkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menolak untuk mengangkut setiap penumpang yang tidak memiliki Dokumen Perjalanan dan/atau visa yang sah dan masih berlaku.
(4) Apabila ternyata dalam pemeriksaan keimigrasian oleh Petugas Pemeriksa Pendaratan ditemukan ada penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penanggung jawab alat angkut dikenakan biaya beban dan berkewajiban untuk membawa kembali penumpang tersebut keluar wilayah Indonesia.

Pasal 18
Petugas Pemeriksa Pendaratan yang bertugas, berwenang naik ke alat angkut yang berlabuh di pelabuhan, mendarat di bandar udara, atau berada di pos lintas batas untuk kepentingan pemeriksaan keimigrasian.

Pasal 19
Dalam hal terdapat dugaan adanya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 atau Pasal 16, Pejabat Pemeriksa Pendaratan berwenang memerintahkan penanggung jawab alat angkut untuk menghentikan atau membawa alat angkutnya ke suatu tempat guna kepentingan pemeriksaan keimigrasian.

Bagian Kelima
Area Imigrasi

Pasal 20
(1) Pada setiap Tempat Pemeriksaan Imigrasi ditetapkan suatu area tertentu untuk melakukan pemeriksaan keimigrasian yang disebut dengan Area Imigrasi.
(2) Area Imigrasi merupakan area terbatas yang hanya dapat dilalui oleh penumpang atau awak alat angkut yang akan keluar atau masuk wilayah Indonesia atau pejabat dan petugas yang berwenang.
(3) Kepala Kantor Imigrasi bersama-sama dengan pengelola bandar udara, pelabuhan laut, dan pos lintas batas menetapkan Area Imigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Pengelola bandar udara, pelabuhan laut, dan pos lintas batas, dapat mengeluarkan tanda untuk memasuki Area Imigrasi setelah terlebih dahulu berkoordinasi dengan Kepala Kantor Imigrasi.

Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara masuk dan keluar wilayah Indonesia diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN

Bagian Kesatu
Pencegahan

Pasal 22
(1) Pimpinan berwenang dan bertanggung jawab melakukan pencegahan yang menyangkut bidang keimigrasian.
(2) Selain pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan juga melaksanakan pencegahan berdasarkan:
a. permintaan Menteri Keuangan dan Jaksa Agung, sesuai dengan bidang dan tugasnya masing-masing dan peraturan perundang-undangan;
b. permintaan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan/atau
c. perintah Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai dengan undang-undang yang mengaturnya.

Pasal 23
Dalam keadaan yang mendesak atau mendadak pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf a dan huruf c dapat meminta secara langsung kepada Pejabat Imigrasi tertentu untuk melakukan pencegahan.

Pasal 24
Pelaksanaan atas keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan oleh Pimpinan atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk.
Pasal 25
(1) Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ditetapkan dengan keputusan tertulis.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, atau umur yang dikenai pencegahan;
b. alasan pencegahan; dan
c. jangka waktu pencegahan.
(3) Keputusan pencegahan disampaikan kepada orang yang dikenai pencegahan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal keputusan ditetapkan.
(4) Dalam hal keputusan pencegahan dikeluarkan oleh pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), keputusan tersebut juga disampaikan kepada Pimpinan paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal keputusan ditetapkan dengan permintaan untuk dilaksanakan.
(5) Pimpinan dapat menolak permintaan pelaksanaan pencegahan apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(6) Pemberitahuan penolakan pelaksanaan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus disampaikan kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal permohonan pencegahan diterima.
(7) Pimpinan atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk memasukkan identitas orang yang dikenai keputusan pencegahan ke dalam daftar pencegahan dan mengirimkannya kepada Kepala Kantor Imigrasi di seluruh wilayah Indonesia untuk dilaksanakan.

Pasal 26
Berdasarkan daftar pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7), Petugas Pemeriksa Pendaratan wajib menolak orang yang dikenai pencegahan keluar wilayah Indonesia.

Pasal 27
(1) Setiap orang yang dikenai pencegahan dapat mengajukan keberatan kepada pejabat yang mengeluarkan keputusan pencegahan.
(2) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis disertai dengan alasan dan disampaikan dalam jangka waktu berlakunya masa pencegahan.
(3) Pengajuan keberatan tidak menunda pelaksanaan pencegahan.



Pasal 28
(1) Jangka waktu pencegahan berlaku paling lama 6 (enam) bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan.
(2) Dalam hal tidak ada keputusan perpanjangan masa pencegahan maka pencegahan berakhir demi hukum.

Bagian Kedua
Penangkalan

Pasal 29
(1) Pimpinan berwenang melakukan penangkalan.
(2) Pejabat yang berwenang dapat meminta kepada Pimpinan untuk melakukan penangkalan.

Pasal 30
Pelaksanaan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dilakukan oleh Pimpinan atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk.

Pasal 31
(1) Penangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ditetapkan dengan keputusan tertulis.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sidikit:
a. nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, atau umur yang dikenai penangkalan;
b. alasan penangkalan; dan
c. jangka waktu penangkalan.
(3) Keputusan penangkalan atas permintaan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dikeluarkan oleh Pimpinan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak tanggal permintaan penangkalan tersebut diajukan.
(4) Pimpinan dapat menolak permintaan penangkalan apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Pemberitahuan penolakan permintaan penangkalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disampaikan kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal permintaan penangkalan diterima.
(6) Pimpinan atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk memasukkan identitas orang yang dikenai keputusan penangkalan ke dalam daftar penangkalan dan mengirimkannya kepada Kepala Kantor Imigrasi di seluruh wilayah Indonesia dan Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri untuk dilaksanakan.
Pasal 32
Berdasarkan daftar penangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (6), Petugas Pemeriksa Pendaratan wajib menolak orang yang dikenai penangkalan untuk masuk ke wilayah Indonesia.

Pasal 33
(1) Jangka waktu penangkalan berlaku paling lama 6 (enam) bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan.
(2) Dalam hal tidak ada keputusan perpanjangan masa penangkalan maka penangkalan berakhir demi hukum.
(3) Keputusan penangkalan seumur hidup dapat dikenakan terhadap orang asing yang diduga atau pernah melakukan tindak pidana makar, terorisme, narkotika, psikotropika, perdagangan gelap senjata api, pencucian uang, penyelundupan orang, dan perdagangan wanita dan anak-anak baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pencegahan dan penangkalan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V
VISA, IZIN MASUK, DAN IZIN TINGGAL

Bagian Kesatu
Visa

Pasal 35
Visa terdiri dari:
a. Visa Diplomatik;
b. Visa Dinas;
c. Visa Kunjungan;
d. Visa Tinggal Terbatas.

Pasal 36
Visa Diplomatik diberikan kepada orang asing pemegang Paspor Diplomatik yang akan melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia dalam rangka tugas yang bersifat diplomatik.





Pasal 37
Visa Dinas diberikan kepada orang asing pemegang Paspor Dinas yang akan melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia dalam rangka melaksanakan tugas resmi yang tidak bersifat diplomatik dari pemerintah asing yang bersangkutan atau organisasi internasional.

Pasal 38
Pemberian Visa Diplomatik dan Visa Dinas merupakan kewenangan Menteri Luar Negeri dan dalam pelaksanaannya dikeluarkan oleh Pejabat Dinas Luar Negeri pada perwakilan pemerintah Republik Indonesia.

Pasal 39
Visa Kunjungan diberikan kepada orang asing yang akan melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia dalam rangka kunjungan untuk tugas pemerintahan, sosial budaya, pariwisata, bisnis, atau singgah untuk meneruskan perjalanan ke negara lain.

Pasal 40
Visa Tinggal Terbatas diberikan kepada orang asing yang akan melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia untuk bertempat tinggal dalam jangka waktu yang terbatas.

Pasal 41
(1) Pemberian Visa Kunjungan dan Visa Tinggal Terbatas merupakan kewenangan Pimpinan dan dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Imigrasi.
(2) Visa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pejabat Imigrasi pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
(3) Dalam hal pada Perwakilan Republik Indonesia belum ada Pejabat Imigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemberian Visa Kunjungan dan Visa Tinggal Terbatas dilaksanakan oleh Pejabat Dinas Luar Negeri.
(4) Pejabat Dinas Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berwenang memberikan Visa setelah memperoleh Keputusan dari Pimpinan.

Pasal 42
(1) Visa Kunjungan dapat juga diberikan kepada orang asing pada saat kedatangan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(2) Orang asing yang dapat diberikan Visa Kunjungan pada Saat Kedatangan adalah orang asing warga negara dari negara-negara tertentu yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Pimpinan.
(3) Pemberian Visa Kunjungan Saat Kedatangan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pejabat Imigrasi.

Pasal 43
Permohonan visa dapat ditolak dalam hal pemohon:
a. namanya tercantum dalam daftar penangkalan;
b. tidak memiliki dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku;
c. tidak cukup memiliki biaya hidup bagi dirinya dan/atau keluarganya selama berada di Indonesia;
d. tidak memiliki tiket kembali atau tiket terusan untuk melanjutkan perjalanan ke negara lain;
e. tidak memiliki izin masuk kembali ke negara asal atau tidak memiliki visa ke negara lain;
f. menderita penyakit menular, gangguan jiwa, atau hal-hal lain yang dapat membahayakan kesehatan atau ketertiban umum, atau dicurigai akan melakukan perbuatan yang melanggar norma kesusilaan yang berlaku di Indonesia;
g. dicurigai terlibat dalam kejahatan internasional atau kejahatan transnasional yang terorganisasi.

Pasal 44
(1) Dalam hal tertentu orang asing dapat dibebaskan dari kewajiban memiliki visa.
(2) Orang asing yang dibebaskan dari kewajiban memiliki visa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. orang asing warga negara dari negara tertentu yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden dengan memperhatikan asas timbal balik dan asas manfaat;
b. orang asing pemegang Izin Tinggal yang memiliki Izin Masuk Kembali yang masih berlaku;
c. kapten, nakhoda, atau awak yang sedang bertugas pada alat angkut;
d. nakhoda, awak kapal, atau tenaga ahli asing di atas kapal laut atau alat apung yang diberi Kemudahan Khusus Keimigrasian dan datang langsung dengan alat angkutnya untuk beroperasi di perairan Indonesia, laut teritorial, landas kontinen di luar perairan teritorial atau zona ekonomi eksklusif Indonesia.




Bagian Kedua
Izin Masuk

Pasal 45
(1) Izin Masuk diberikan oleh Petugas Pemeriksa Pendaratan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi kepada orang asing yang telah memenuhi persyaratan untuk masuk ke wilayah Indonesia.
(2) Petugas Pemeriksa Pendaratan berwenang untuk menolak orang asing tertentu yang masuk wilayah Indonesia, meskipun yang bersangkutan memiliki visa.

Pasal 46
(1) Izin Masuk bagi orang asing pemegang Visa Diplomatik atau Visa Dinas yang melakukan kunjungan singkat di Indonesia, berlaku juga sebagai Izin Tinggal Diplomatik atau Izin Tinggal Dinas.
(2) Izin Masuk bagi orang asing yang dibebaskan dari kewajiban memiliki visa atau pemegang Visa Kunjungan, berlaku juga sebagai Izin Tinggal Kunjungan.

Pasal 47
(1) Orang asing pemegang Visa Diplomatik atau Visa Dinas dengan maksud bertempat tinggal di wilayah Indonesia, wajib memohon kepada Menteri Luar Negeri atau pejabat yang ditunjuk untuk memperoleh Izin Tinggal Diplomatik atau Izin Tinggal Dinas.
(2) Orang asing pemegang Visa Tinggal Terbatas, setelah mendapat Izin Masuk wajib memohon kepada Kepala Kantor Imigrasi untuk memperoleh Izin Tinggal Terbatas.
(3) Apabila orang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak melaksanakan kewajiban tersebut, maka orang asing yang bersangkutan dianggap berada di wilayah Indonesia secara tidak sah.

Pasal 48
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis kegiatan, tata cara, persyaratan, dan besarnya biaya untuk memperoleh Visa Diplomatik, Visa Dinas, Visa Kunjungan, dan Visa Tinggal Terbatas, serta tata cara pemberian Izin Masuk, diatur dengan Peraturan Pemerintah.






Bagian Ketiga
Izin Tinggal

Pasal 49
(1) Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki Izin Tinggal.
(2) Izin Tinggal diberikan kepada orang asing sesuai dengan visa yang dimilikinya.
(3) Izin Tinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. Izin Tinggal Diplomatik;
b. Izin Tinggal Dinas;
c. Izin Tinggal Kunjungan;
d. Izin Tinggal Terbatas; dan
e. Izin Tinggal Tetap.
(4) Pimpinan berwenang untuk melarang orang asing yang telah diberi Izin Tinggal berada pada satu daerah tertentu di wilayah Indonesia.
(5) Terhadap orang asing yang sedang menjalani penahanan untuk kepentingan proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau menjalani pidana kurungan atau pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan, sedangkan izin tinggalnya telah lampau waktu, terhadap orang asing tersebut tidak dikenakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) .

Pasal 50
Izin Tinggal Diplomatik diberikan kepada orang asing pemegang Paspor Diplomatik yang masuk ke wilayah Indonesia dengan Visa Diplomatik.

Pasal 51
Izin Tinggal Dinas diberikan kepada orang asing pemegang Paspor Dinas yang masuk wilayah Indonesia dengan Visa Dinas.

Pasal 52
Izin Tinggal Diplomatik dan Izin Tinggal Dinas serta perpanjangannya diberikan oleh Menteri Luar Negeri atau Pejabat yang ditunjuk.

Pasal 53
(1) Izin Tinggal Kunjungan diberikan kepada:
a. orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia dengan Visa Kunjungan;
b. anak yang baru lahir di wilayah Indonesia dan pada saat lahir ayah dan/atau ibunya pemegang Izin Tinggal Kunjungan
(2) Izin Tinggal Kunjungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diberikan sesuai dengan Izin Tinggal Kunjungan ayah dan/atau ibunya.

Pasal 54
(1) Izin Tinggal Terbatas diberikan kepada:
a. orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia dengan Visa Tinggal Terbatas;
b. anak yang pada saat lahir di wilayah Indonesia ayah dan/atau ibunya adalah pemegang Izin Tinggal Terbatas;
c. orang asing yang diberikan alih status Izin Tinggal dari Izin Tinggal Kunjungan;
d. nakhoda, awak kapal, atau tenaga ahli asing di atas kapal laut atau alat apung yang diberi Kemudahan Khusus Keimigrasian untuk beroperasi di perairan Indonesia, laut teritorial, landas kontinen di luar perairan teritorial atau zona ekonomi eksklusif Indonesia.
(2) Izin Tinggal Terbatas dapat juga diberikan kepada suami atau isteri warga negara asing dari seorang warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia atau anak warga negara asing yang lahir dari seorang ibu warga negara Indonesia.

Pasal 55
(1) Izin Tinggal Tetap diberikan kepada:
a. orang asing yang memperoleh keputusan alih status Izin Tinggal dari Izin Tinggal Terbatas.
b. k orang asing yang pada saat lahir di wilayah Indonesia, ayahnya warga negara asing dan ibunya warga negara Indonesia;
c. anak orang asing yang pada saat lahir di wilayah Indonesia, ayah dan/atau ibunya adalah pemegang Izin Tinggal Tetap.
(2) Izin Tinggal Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan kepada orang asing yang tidak memiliki paspor kebangsaan.
(3) Orang asing pemegang Izin Tinggal Tetap adalah penduduk Indonesia.

Pasal 56
Izin Tinggal Kunjungan, Izin Tinggal Terbatas, dan Izin Tinggal Tetap serta perpanjangannya diberikan oleh Direktur Jenderal Imigrasi atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuknya.

Pasal 57
(1) Izin tinggal yang telah diberikan kepada orang asing, dapat dialihstatuskan.
(2) Izin tinggal yang dapat dialihstatuskan adalah Izin Tinggal Kunjungan menjadi Izin Tinggal Terbatas dan Izin Tinggal Terbatas menjadi Izin Tinggal Tetap.
(3) Alih status Izin Tinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan.

Pasal 58
(1) Izin Tinggal Kunjungan dan Izin Tinggal Terbatas dapat juga dialihstatuskan menjadi Izin Tinggal Dinas.
(2) Alih status sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilaksanakan berdasarkan Keputusan Pimpinan setelah mendapat persetujuan Menteri Luar Negeri.

Pasal 59
Dalam hal Pejabat Imigrasi meragukan status Izin Tinggal orang asing dan kewarganegaraan seseorang, Pejabat Imigrasi berwenang untuk menelaah serta memeriksa status Izin Tinggal dan kewarganegaraannya.

Pasal 60
(1) Orang asing tertentu yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki penjamin yang menjamin keberadaannya.
(2) Penjamin bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan orang asing yang dijamin selama tinggal di wilayah Indonesia, serta berkewajiban untuk melaporkan setiap perubahan status sipil, status keimigrasian, dan perubahan alamat.
(3) Penjamin wajib membayar biaya yang timbul untuk memulangkan atau mengeluarkan orang asing yang disponsorinya dari wilayah Indonesia, apabila orang asing yang bersangkutan:
a. telah habis masa berlaku Izin Tinggalnya;
b. dikenai tindakan keimigrasian berupa deportasi.

Pasal 61
(1) Izin Masuk Kembali diberikan kepada orang asing pemegang Izin Tinggal Terbatas atau Izin Tinggal Tetap.
(2) Pemegang Izin Tinggal Terbatas diberikan Izin Masuk Kembali yang masa berlakunya sama dengan masa berlaku Izin Tinggal Terbatasnya.
(3) Pemegang Izin Tinggal Tetap diberikan izin masuk kembali yang berlaku selama 2 (dua) tahun, sepanjang tidak melebihi masa berlaku Izin Tinggal Tetapnya.
(4) Izin Masuk Kembali berlaku untuk beberapa kali perjalanan.


Pasal 62
Izin Tinggal berakhir karena :
a. orang asing yang bersangkutan kembali ke negara asalnya atas kehendak sendiri dan tidak bermaksud untuk masuk lagi kewilayah Indonesia;
b. telah habis masa berlakunya;
c. orang asing yang bersangkutan telah memperoleh kewarganegaraan Indonesia;
d. orang asing yang bersangkutan berada di luar wilayah Indonesia melebihi batas waktu Izin Masuk Kembali;
e. dibatalkan;
f. orang asing yang bersangkutan dikenakan tindakan deportasi;
g. orang asing yang bersangkutan meninggal dunia.

Pasal 63
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat permohonan, jangka waktu, pemberian atau penolakan dan alih status Izin Tinggal, pemberian kemudahan khusus keimigrasian, keberadaan dan kegiatan orang asing di wilayah Indonesia, dan besarnya biaya imigrasi, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
DOKUMEN PERJALANAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 64
(1) Dokumen Perjalanan Republik Indonesia terdiri atas:
a. Paspor Republik Indonesia; dan
b. Surat Perjalanan Laksana Paspor.
(2) Paspor Republik Indonesia terdiri atas:
a. Paspor Diplomatik;
b. Paspor Dinas; dan
c. Paspor Biasa.
(3) Surat Perjalanan Laksana Paspor terdiri atas:
a. Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk warga negara Indonesia;
b. Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk orang asing;
c. Surat Perjalanan Lintas Batas atau Pas Lintas Batas; dan
d. Pas Perjalanan Haji.
(4) Paspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah dokumen negara dan Surat Perjalanan Laksana Paspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah dokumen resmi.

Pasal 65
(1) Paspor Diplomatik dikeluarkan bagi warga negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan keluar wilayah Indonesia dalam rangka penempatan atau perjalanan untuk tugas yang bersifat diplomatik.
(2) Paspor Dinas dikeluarkan bagi warga negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan keluar wilayah Indonesia dalam rangka penempatan atau perjalanan dinas yang tidak bersifat diplomatik.

Pasal 66
Paspor Diplomatik dan Paspor Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dikeluarkan oleh Menteri Luar Negeri.

Pasal 67
(1) Paspor Biasa dikeluarkan bagi warga negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan keluar wilayah Indonesia.
(2) Paspor Biasa dikeluarkan juga bagi warga negara Indonesia yang bertempat tinggal atau sedang berada di luar negeri.
(3) Paspor Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikeluarkan oleh Pimpinan.

Pasal 68
(1) Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk warga negara Indonesia dikeluarkan bagi warga negara Indonesia dalam keadaan tertentu, jika Paspor Biasa tidak dapat diberikan.
(2) Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk orang asing dikeluarkan bagi orang asing yang tidak mempunyai dokumen perjalanan yang sah dan negaranya tidak mempunyai perwakilan di Indonesia.
(3) Surat Perjalanan Laksana Paspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam hal:
a. atas kehendak sendiri keluar dari wilayah Indonesia sepanjang tidak terkena pencegahan;
b. dikenakan tindakan deportasi;
c. repatriasi.
(4) Surat Perjalanan Laksana Paspor dikeluarkan oleh Pimpinan.

Pasal 69
Surat Perjalanan Laksana Paspor dapat dikeluarkan untuk orang perseorangan atau kolektif.



Pasal 70
(1) Surat Perjalanan Lintas Batas atau Pas Lintas Batas dapat dikeluarkan bagi warga negara Indonesia yang berdomisili di wilayah perbatasan negara Republik Indonesia dengan negara lain sesuai dengan perjanjian lintas batas.
(2) Surat Perjalanan Lintas Batas atau Pas Lintas Batas dikeluarkan oleh Pimpinan.

Pasal 71
(1) Pas Perjalanan Haji dikeluarkan bagi warga negara Indonesia yang akan melakukan ibadah haji.
(2) Dalam hal warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bermaksud melakukan perjalanan ke negara lain, maka yang bersangkutan wajib memiliki Paspor Biasa.
(3) Pas Perjalanan Haji dikeluarkan oleh Menteri yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Pasal 72
Setiap warga negara Indonesia hanya diperbolehkan memegang 1 (satu) Dokumen Perjalanan Republik Indonesia yang sejenis atas namanya sendiri yang masih berlaku.

Pasal 73
(1) Pimpinan atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk berwenang untuk melakukan penarikan atau pencabutan Paspor Biasa, Surat Perjalanan Laksana Paspor, dan Surat Perjalanan Lintas Batas atau Pas Lintas Batas yang telah dikeluarkan.
(2) Menteri Luar Negeri atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk melakukan penarikan atau pencabutan Paspor Diplomatik dan Paspor Dinas.
(3) Penarikan Paspor Biasa dilakukan dalam hal:
a. pemegangnya melakukan tindak pidana atau melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan sedang berada di luar wilayah Indonesia; atau
b. pemegangnya termasuk dalam daftar pencegahan.

Pasal 74
(1) Pimpinan bertanggung jawab atas perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan pengamanan blanko Paspor Biasa, blanko Surat Perjalanan Laksana Paspor, blanko Surat Perjalanan Lintas Batas atau Pas Lintas Batas, blanko dokumen keimigrasian dan blanko formulir keimigrasian.
(2) Pimpinan menetapkan standar bentuk, ukuran, desain dan isi blanko Paspor Biasa, blanko Surat Perjalanan Laksana Paspor, blanko Surat Perjalanan Lintas Batas atau Pas Lintas Batas, blanko dokumen keimigrasian dan blanko formulir keimigrasian, sesuai dengan standar internasional.

Pasal 75
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat, tata cara, dan besarnya biaya memperoleh Dokumen Perjalanan Republik Indonesia, dan tata cara penarikan, pembatalan, pencabutan, penggantian Dokumen Perjalanan Republik Indonesia, pengadaan blanko dan standarisasi Dokumen Perjalanan Republik Indonesia, serta Pas Perjalanan Haji untuk perjalanan dalam rangka ibadah haji, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VII
PENGAWASAN KEIMIGRASIAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 76
(1) Pimpinan melakukan pengawasan Keimigrasian.
(2) Pengawasan Keimigrasian meliputi:
a. pengawasan terhadap warga negara Indonesia yang memohon dokumen perjalanan, keluar atau masuk wilayah Indonesia, dan yang berada di luar wilayah Indonesia; dan
b. pengawasan terhadap lalu lintas orang asing yang masuk atau keluar wilayah Indonesia, serta pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan orang asing di wilayah Indonesia.

Pasal 77
(1) Pengawasan warga negara Indonesia yang memohon dokumen perjalanan, keluar atau masuk wilayah Indonesia, dan yang berada di luar wilayah Indonesia dilakukan dalam bentuk dan cara:
a. pengumpulan, pengolahan data dan penyajian informasi warga negara Indonesia yang memohon dokumen perjalanan, keluar atau masuk wilayah Indonesia, dan yang berada di luar wilayah Indonesia;
b. penyusunan daftar nama warga negara Indonesia yang dikenakan pencegahan keluar wilayah Indonesia;
c. pemantauan terhadap setiap warga negara Indonesia yang memohon dokumen perjalanan, keluar atau masuk wilayah Indonesia, dan yang berada di luar wilayah Indonesia;
d. pengambilan foto dan sidik jari.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan data keimigrasian yang dapat ditentukan sebagai data yang bersifat rahasia.

Pasal 78
(1) Pengawasan terhadap orang asing di wilayah Indonesia meliputi:
a. pengawasan terhadap orang asing yang masuk dan ke luar wilayah Indonesia; dan
b. pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan orang asing di wilayah Indonesia.
(2) Dalam rangka melakukan pengawasan orang asing, Pimpinan bertindak selaku Koordinator Pengawasan Orang Asing dan melakukan kerja sama dengan badan atau instansi pemerintah terkait baik di pusat maupun di daerah.
(3) Dalam melakukan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan membentuk Tim Koordinasi Pengawasan Orang Asing.

Pasal 79
Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib:
a. memberikan segala keterangan yang diperlukan mengenai identitas diri dan/atau keluarganya serta melaporkan setiap perubahan status sipil, kewarganegaraan, pekerjaan, penjamin, atau perubahan alamatnya kepada Kantor Imigrasi setempat; atau
b. memperlihatkan dokumen perjalanan atau dokumen keimigrasian yang dimilikinya pada waktu diperlukan kepada Pejabat Imigrasi yang bertugas dalam rangka pengawasan.

Pasal 80
(1) Pejabat Imigrasi yang bertugas dapat meminta keterangan dari setiap orang yang memberi kesempatan menginap kepada orang asing mengenai data orang asing yang bersangkutan.
(2) Pemilik atau pengurus tempat penginapan wajib memberikan data mengenai orang asing yang menginap di tempat penginapannya, jika diminta oleh Pejabat Imigrasi yang bertugas.

Pasal 81
(1) Pengawasan orang asing dilaksanakan dalam bentuk dan cara :
a. pengumpulan, pengolahan data dan penyajian informasi orang asing yang masuk atau keluar wilayah Indonesia;
b. pendataan orang asing yang berada di wilayah Indonesia;
c. penyelidikan keimigrasian, pengumpulan, pengolahan bahan keterangan dan informasi mengenai kegiatan orang asing;
d. penyusunan daftar nama orang asing yang dikenai larangan masuk atau keluar wilayah Indonesia;
e. pengambilan foto;
f. pengambilan sidik jari; dan
g. kegiatan lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan data keimigrasian yang dapat ditentukan sebagai data yang bersifat rahasia.

Pasal 82
Ketentuan pengawasan terhadap orang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g, tidak diberlakukan terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dalam rangka tugas diplomatik.

Bagian Kedua
Intelijen Keimigrasian

Pasal 83
(1) Dalam rangka melaksanakan pengawasan keimigrasian, Pejabat Imigrasi melakukan fungsi intelijen keimigrasian.
(2) Dalam rangka melaksanakan fungsi intelijen keimigrasian, Pejabat Imigrasi melakukan penyelidikan keimigrasian dan pengamanan keimigrasian serta berwenang :
a. mendapatkan keterangan dari masyarakat atau instansi pemerintah;
b. mendatangi tempat-tempat atau bangunan yang diduga dapat ditemukan bahan keterangan mengenai keberadaan dan kegiatan orang asing;
c. memeriksa dokumen perjalanan atau dokumen keimigrasian orang asing;
d. melakukan operasi intelijen keimigrasian; atau
e. melakukan pengamanan terhadap data dan informasi keimigrasian serta pengamanan pelaksanaan tugas pokok keimigrasian.







Bagian Ketiga
Tindakan Administratif Keimigrasian

Pasal 84
(1) Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum, atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Tindakan Administratif Keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. pembatasan, perubahan, atau pembatalan Izin Tinggal;
b. larangan untuk berada di suatu atau beberapa tempat tertentu di wilayah Indonesia;
c. keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di wilayah Indonesia;
d. deportasi dari wilayah Indonesia.
(3) Tindakan Administratif Keimigrasian berupa deportasi dapat juga dilakukan terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia karena berusaha menghindarkan diri dari ancaman dan pelaksanaan hukuman di negara asalnya.

Pasal 85
Keputusan mengenai Tindakan Administratif Keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) dan ayat (3) dilakukan secara tertulis dan harus disertai dengan alasan.

Pasal 86
(1) Orang asing yang dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian dapat mengajukan keberatan kepada Pimpinan.
(2) Pimpinan dapat mengabulkan atau menolak keberatan yang diajukan.
(3) Keputusan Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final.
(4) Pengajuan keberatan yang diajukan oleh orang asing tidak menunda pelaksanaan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap yang bersangkutan.

Pasal 87
Penanggung jawab alat angkut yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dikenai biaya beban.


Pasal 88
Biaya beban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 87 merupakan salah satu Penerimaan Negara Bukan Pajak di bidang keimigrasian.

Bagian Keempat
Detensi Imigrasi

Paragraf 1
Rumah Detensi Imigrasi dan Ruang Detensi Imigrasi

Pasal 89
(1) Rumah Detensi Imigrasi dapat dibentuk di ibukota negara, provinsi, kabupaten, atau kota.
(2) Rumah Detensi Imigrasi merupakan Unit Pelaksana Teknis yang dipimpin oleh seorang Kepala.

Pasal 90
(1) Ruang Detensi Imigrasi berbentuk suatu ruangan tertentu, pada setiap Kantor Imigrasi atau Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(2) Ruang Detensi Imigrasi merupakan bagian dari Kantor Imigrasi atau Tempat Pemeriksaan Imigrasi.

Paragraf 2
Pelaksanaan Detensi

Pasal 91
(1) Pejabat Imigrasi berwenang untuk menempatkan orang asing dalam Rumah Detensi Imigrasi atau Ruang Detensi Imigrasi, jika orang asing tersebut:
a. berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki Izin Tinggal yang sah atau memiliki Izin Tinggal yang tidak berlaku lagi;
b. berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki dokumen perjalanan yang sah;
c. dikenai tindakan keimigrasian berupa pembatalan Izin Tinggal karena telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
d. menunggu pelaksanaan deportasi; atau
e. menunggu keberangkatan keluar wilayah Indonesia karena telah ditolak pemberian Izin Masuk.
(2) Pejabat Imigrasi dapat menempatkan orang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di tempat lain apabila orang asing tersebut sakit, akan melahirkan, atau masih anak-anak.

Pasal 92
(1) Pelaksanaan detensi orang asing dilakukan dengan keputusan tertulis dari Pimpinan atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. data orang asing yang dikenai detensi;
b. alasan untuk melakukan detensi; dan
c. tempat detensi.

Paragraf 3
Jangka Waktu Detensi

Pasal 93
(1) Detensi terhadap orang asing dilakukan sampai terdetensi dideportasi.
(2) Dalam hal deportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat dilaksanakan maka detensi dapat dilakukan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun.
(3) Pimpinan atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk dapat mengeluarkan terdetensi dari Rumah Detensi Imigrasi apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui dan memberikan izin kepada terdetensi untuk berada di luar Rumah Detensi Imigrasi dengan menetapkan kewajiban melapor secara periodik.
(4) Pimpinan atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk mengawasi dan mengupayakan agar terdetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dideportasi.

Pasal 94
Ketentuan lebih lanjut mengenai Intelijen Keimigrasian, Tindakan Administratif Keimigrasian, dan Detensi Imigrasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
PENYIDIKAN

Pasal 95
Penyidikan tindak pidana keimigrasian dilakukan berdasarkan hukum acara, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Pasal 96
Penyidik Keimigrasian diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana keimigrasian yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

Pasal 97
Penyidik Keimigrasian berwenang:
a. menerima laporan tentang adanya tindak pidana keimigrasian;
b. mencari keterangan dan alat bukti;
c. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
d. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;
e. memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap, atau menahan seseorang yang disangka melakukan tindak pidana keimigrasian;
f. menahan, memeriksa, dan menyita dokumen perjalanan;
g. menyuruh berhenti orang yang dicurigai atau tersangka dan memeriksa identitas dirinya;
h. memeriksa atau menyita surat-surat, dokumen-dokumen, atau benda-benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana keimigrasian;
i. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa keterangannya sebagai tersangka atau saksi;
j. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
k. melakukan pemeriksaan di tempat-tempat tertentu yang diduga terdapat surat-surat, dokumen-dokumen, atau benda-benda lain yang ada hubungannya dengan tindak pidana keimigrasian;
l. mengambil sidik jari dan memotret tersangka;
m. meminta keterangan dari masyarakat atau sumber-sumber yang berkompeten;
n. melakukan penghentian penyidikan; atau
o. mengadakan tindakan lain menurut hukum.

Pasal 98
(1) Penyidik Keimigrasian yang telah melakukan penyidikan tindak pidana keimigrasian, berkas perkaranya diserahkan kepada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib menyerahkan berkas perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada penuntut umum paling lama 1 (satu) hari kerja tanpa mengubah isi berkas perkara.

Pasal 99
Terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, Pasal 103, Pasal 104, Pasal 107, Pasal 109, Pasal 110, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 119 huruf a dan huruf b, Pasal 120 huruf a dan huruf b, Pasal 121 huruf c dan huruf d, Pasal 125, dan Pasal 127 dapat dikenakan penahanan.

Pasal 100
Penyidik Keimigrasian dapat melaksanakan kerja sama dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana keimigrasian dengan lembaga penegak hukum dari negara lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau berdasarkan perjanjian internasional yang telah diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Pasal 101
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, administrasi penyidikan, dan pengangkatan penyidik diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IX
KETENTUAN PIDANA

Pasal 102
Setiap orang yang dengan sengaja masuk atau keluar wilayah Indonesia tidak melalui pemeriksaan oleh Petugas Pemeriksa Pendaratan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 103
(1) Penanggung jawab alat angkut yang masuk atau keluar wilayah Indonesia dengan alat angkutnya tidak melalui pemeriksaan Petugas Pemeriksa Pendaratan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Penanggung jawab alat angkut yang sengaja menurunkan atau menaikan penumpang tidak melalui pemeriksaan Petugas Pemeriksa Pendaratan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

Pasal 104
Orang asing pemegang izin tinggal yang telah berakhir masa berlakunya dan masih berada dalam wilayah Indonesia kurang dari 60 (enam puluh) hari dari batas waktu izin tinggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1), dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

Pasal 105
Orang asing pemegang izin tinggal yang telah berakhir masa berlakunya dan masih berada dalam wilayah Indonesia melampaui 60 (enam puluh) hari dari batas waktu izin tinggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 106
Orang asing yang tidak melakukan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 huruf a atau huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 107
Penanggung jawab alat angkut yang tidak membayar biaya beban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) dan Pasal 87 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 108
Setiap orang atau penanggung jawab tempat penginapan yang tidak memberikan keterangan atau tidak memberikan data orang asing yang menginap di rumah atau di tempat penginapannya setelah diminta oleh Pejabat Imigrasi yang bertugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 109
Setiap penjamin yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar atau tidak memenuhi jaminan yang diberikannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).


Pasal 110
(1) Orang asing yang masuk atau berada di wilayah Indonesia secara tidak sah tidak dengan maksud untuk bertempat tinggal di wilayah Indonesia, dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang asing yang masuk dan berada di wilayah Indonesia yang menggunakan surat perjalanan yang berasal dari negaranya atau negara lain yang palsu atau dipalsukan, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 111
Setiap orang yang dengan tujuan memperoleh keuntungan baik langsung atau tidak langsung, baik untuk diri sendiri atau orang lain membawa atau menyuruh membawa orang untuk masuk atau keluar wilayah Indonesia secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 26, dipidana karena penyelundupan orang, dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

Pasal 112
Setiap orang yang melakukan perekrutan, pemindahan, perlindungan atau menerima orang atau sejumlah orang dengan cara ancaman, kekerasan, penipuan, atau bentuk lainnya dengan tujuan mengeksploitasi, baik untuk dimasukkan atau dikeluarkan ke atau dari wilayah Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/ atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 113
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang dengan sengaja membuat palsu atau memalsukan visa atau izin masuk atau izin tinggal dengan maksud untuk dipergunakan bagi dirinya sendiri atau orang lain untuk masuk atau keluar atau berada di wilayah Indonesia.




Pasal 114
Dipidana dengan pidana paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah):
a. orang asing yang dengan sengaja menggunakan visa atau izin masuk atau izin tinggal palsu atau yang dipalsukan untuk masuk atau keluar atau berada di wilayah Indonesia;
b. orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud atau tujuan pemberian izin tinggal yang diberikan kepadanya sebagaimana dimaksud dalam Bab V Bagian Ketiga.

Pasal 115
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah), setiap orang yang menyuruh atau memberikan kesempatan kepada orang asing menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud atau tujuan pemberian izin tinggal yang diberikan kepadanya.

Pasal 116
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) :
a. setiap orang yang dengan sengaja memberikan surat atau data palsu atau yang dipalsukan, atau keterangan tidak benar dengan maksud untuk memperoleh visa atau izin tinggal bagi dirinya sendiri atau orang lain;atau
b. orang asing yang dengan sengaja menggunakan visa atau izin tinggal sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk masuk dan/atau berada di wilayah Indonesia.

Pasal 117
Orang asing yang berada di wilayah Indonesia secara tidak sah dengan maksud untuk bertempat tinggal di wilayah Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).







Pasal 118
Setiap orang yang dengan sengaja menyembunyikan, melindungi, memberi pemondokan, atau memberikan penghidupan kepada orang asing yang diketahui atau patut diduga:
a. pernah diusir atau dideportasi dan berada kembali di wilayah Indonesia secara tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah);
b. berada di wilayah Indonesia secara tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah);
c. izin tinggalnya habis berlaku, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 119
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan pekerjaan kepada orang asing yang diketahui atau patut diduga:
a. pernah diusir atau dideportasi dan berada kembali di wilayah Indonesia secara tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
b. berada di wilayah Indonesia secara tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidan denda paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah);
c. izin tinggalnya habis berlaku, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 120
Setiap orang yang dengan sengaja:
a. menggunakan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia sedangkan diketahui atau sepatutnya diduga bahwa dokumen perjalanan itu palsu atau dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah);





b. menggunakan Dokumen perjalanan orang lain atau Dokumen Perjalanan Republik Indonesia yang sudah dicabut atau dinyatakan batal, atau menyerahkan kepada orang lain Dokumen Perjalanan Republik Indonesia yang diberikan kepadanya atau milik orang lain, dengan maksud digunakan secara tidak berhak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah);
c. memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh Dokumen Perjalanan Republik Indonesia bagi dirinya sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah);
d. memiliki atau menggunakan secara melawan hukum 2 (dua) atau lebih Dokumen Perjalanan Republik Indonesia yang sejenis dan semuanya masih berlaku, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 121
Setiap orang yang memalsukan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia atau membuat Dokumen Perjalanan Republik Indonesia palsu dengan maksud menggunakannya bagi dirinya atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar).

Pasal 122
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menyimpan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia palsu atau dipalsukan dengan maksud untuk digunakan bagi dirinya sendiri atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 123
Dipidana dengan pidana penjara lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah):
a. setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mencetak, mempunyai, menyimpan, atau memperdagangkan blanko Dokumen Perjalanan Republik Indonesia atau blanko dokumen keimigrasian; atau
b. setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membuat, mempunyai, menyimpan, atau memperdagangkan cap atau alat lain yang digunakan untuk mengesahkan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia atau dokumen keimigrasian.

Pasal 124
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain merusak, mengubah, menambah, mengurangi, atau menghilangkan baik sebagian maupun seluruhnya keterangan atau cap yang terdapat dalam Dokumen Perjalanan Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 125
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menguasai dokumen perjalanan atau dokumen keimigrasian milik orang lain, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 126
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memiliki, menyimpan, mengubah, menggandakan, atau menggunakan data keimigrasian baik secara manual maupun elektronik untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 127
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103, Pasal 107, Pasal 108, Pasal 109, Pasal 111, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 123, dan Pasal 124 dilakukan oleh korporasi maka pidana dijatuhkan baik kepada pengurus maupun korporasinya.
(2) Penjatuhan pidana terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan besarnya pidana denda tersebut 3 (tiga) kali lipat dari masing-masing pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB X
BIAYA

Pasal 128
(1) Terhadap para pemohon Dokumen Perjalanan, Visa, dan Izin Tinggal yang bukan bersifat Diplomatik atau Dinas yang dikeluarkan berdasarkan Undang-Undang ini dikenakan Biaya Imigrasi.
(2) Dalam hal tertentu, orang asing pemohon Visa dan Izin Tinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibebaskan dari Biaya Imigrasi.
(3) Biaya Imigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu Penerimaan Negara Bukan Pajak di bidang Keimigrasian.

Pasal 129
Segala biaya untuk melaksanakan Undang-Undang ini, termasuk melakukan tindakan keimigrasian dan melakukan penyidikan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

BAB XI
KETENTUAN LAIN

Pasal 130
(1) Ketentuan keimigrasian bagi lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia di daerah perbatasan diatur tersendiri dengan perjanjian lintas batas antara Pemerintah Negara Republik Indonesia dan pemerintah negara tetangga yang memiliki perbatasan yang sama, dengan memperhatikan ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Ketentuan keimigrasian bagi lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia dengan menggunakan tanda masuk atau tanda keluar dengan alat elektronik dapat diatur tersendiri melalui perjanjian bilateral atau multilateral, dengan memperhatikan ketentuan Undang-Undang ini.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 131
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Izin Tinggal Kunjungan, Izin Tinggal Terbatas, dan Izin Tinggal Tetap yang dikeluarkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktunya habis;
b. Dokumen Perjalanan Republik Indonesia yang telah dikeluarkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktunya habis;
c. perkara tindak pidana di bidang keimigrasian yang sedang diproses dalam tahap penyidikan, tetap diproses berdasarkan Undang-Undang Hukum Acara Pidana.





BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 132
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474);
b. semua Undang-Undang yang berkaitan dengan keimigrasian yang bertentangan atau tidak sesuai dengan Undang-Undang ini;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 133
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya di bidang keimigrasian dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 134
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ...
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,


HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR...








RANCANGAN
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR …TAHUN …
TENTANG
KEIMIGRASIAN

I. UMUM
Memasuki millenium III yang ditandai dengan bergulirnya globalisasi di seluruh sektor kehidupan masyarakat dunia dan berkembangnya teknologi di bidang informasi yang seolah-olah menembus batas wilayah kenegaraan, aspek hubungan kemanusiaan yang selama ini bersifat nasional berkembang menjadi bersifat internasional, bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya tuntutan terwujudnya tingkat kesetaraan dalam aspek kehidupan kemanusiaan, mendorong adanya kewajiban untuk menghormati menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia sebagai bagian kehidupan universal.
Bersamaan dengan perkembangan di dunia internasional, telah terjadi peru bahan di dalam negeri yang telah merubah paradigma dalam berbagai aspek ketatanegaraan seiring dengan bergulirnya reformasi di segala bidang. Perubahan ini telah membawa pengaruh yang sangat besar terhadap terwujudnya persamaan hak dan kewajiban bagi setiap warga negara Indonesia sebagai bagian dari hak asasi manusia. Dengan adanya perkembangan tersebut di atas maka setiap warga negara Indonesia memperoleh kesempatan yang sama dalam mempergunakan haknya untuk keluar atau masuk wilayah Indonesia. Dengan demikian maka dengan alasan apapun juga tidak dapat dibenarkan lagi seorang warga negara Indonesia dikenakan tindakan penangkalan atau dilarang masuk kedalam negaranya sendiri sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Keimigrasian yang berlaku sekarang ini.
Dampak dari era globalisasi telah mempengaruhi sistem perekonomian negara Republik Indonesia dan untuk mengantisipasinya diperlukan perubahan peraturan perundang-undangan baik di bidang ekonomi, industri, perdagangan, transportasi, ketenagakerjaan, maupun peraturan di bidang lalu lintas orang dan barang. Perubahan tersebut diperlukan guna lebih dapat meningkatkan intensitas hubungan negara Republik Indonesia dengan dunia internasional yang mempunyai dampak sangat besar terhadap pelaksanaan fungsi dan tugas keimigrasian. Penyederhanaan prosedur keimigrasian bagi para investor asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia perlu dilakukan antara lain kemudahan pemberian izin tinggal tetap bagi para penanam modal yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Dengan demikian maka diharapkan akan tercipta iklim investasi yang menyenangkan dan hal ini akan lebih merangsang para investor asing lainnya untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Di lain pihak, pengawasan terhadap orang asing perlu lebih ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya kejahatan internasional atau kejahatan transnasional, seperti perdagangan anak-anak dan wanita, penyelundupan orang dan kejahatan narkotika yang banyak dilakukan oleh sindikat kejahatan internasional yang terorganisasi. Para pelaku kejahatan tersebut ternyata tidak dapat dipidana berdasarkan Undang-Undang Keimigrasian yang lama karena Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tidak mengatur ancaman pidana bagi orang yang mengorganisasi kejahatan internasional. Yang dapat dipidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 hanyalah mereka yang diorganisasi (sebagai korban) untuk masuk wilayah Indonesia secara tidak sah.
Pengawasan terhadap orang asing tidak hanya dilakukan pada saat mereka masuk, melainkan selama mereka berada di wilayah Indonesia, termasuk kegiatan-kegiatannya. Pengawasan keimigrasian mencakup penegakan hukum keimigrasian baik yang bersifat administratif maupun tindak pidana keimigrasian, karena itu perlu pula diatur mengenai penyidik imigrasi yang menjalankan tugas dan wewenang secara khusus berdasarkan Undang-Undang ini. Tindak pidana keimigrasian merupakan tindak pidana khusus, sehingga hukum formal dan hukum materiilnya berbeda dengan hukum pidana umum, misalnya adanya pidana minimum khusus.
Aspek pelayanan dan pengawasan ini tidak pula terlepas dari geografis wilayah Indonesia yang berpulau-pulau, mempunyai jarak yang dekat bahkan berbatasan langsung dengan negara tetangga. Pada tempat tertentu terdapat lalu lintas tradisional masuk dan keluar warga negara Indonesia dan warga negara tetangga. Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan memudahkan pengawasan dapat diatur perjanjian lintas batas dan diupayakan perluasan Tempat-tempat Pemeriksaan Imigrasi. Dengan demikian dapat dihindari orang masuk atau keluar wilayah Indonesia di luar Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
Kepentingan nasional adalah kepentingan seluruh rakyat Indonesia, karena itu pengawasan terhadap orang asing memerlukan juga partisipasi masyarakat untuk melaporkan orang asing yang diketahui atau diduga berada di wilayah Indonesia secara tidak sah atau menyalahgunakan perizinan di bidang keimigrasian. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat perlu dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
Selanjutnya berdasarkan kebijakan selektif (selective policy), akan diatur masuknya orang asing ke dalam wilayah negara Indonesia secara selektif, demikian pula bagi orang asing yang memperoleh izin tinggal di wilayah Indonesia harus sesuai dengan maksud dan tujuannya berada di Indonesia. Berdasarkan kebijakan selektif, hanya orang asing yang memberikan manfaat kepada bangsa dan negara Republik Indonesia serta tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum, yang diperbolehkan masuk dan berada di wilayah Indonesia.
Terhadap warga negara Indonesia berlaku prinsip bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk keluar atau masuk wilayah Indonesia. Namun demikian, berdasarkan alasan-alasan tertentu dan untuk jangka waktu tertentu warga negara Indonesia dapat dicegah keluar dari wilayah Indonesia.
Warga negara Indonesia tidak dapat dikenakan tindakan penangkalan, karena hal ini tidak sesuai lagi dengan prinsip dan kebiasaan internasional, yang menyatakan bahwa seorang warga negara tidak boleh dilarang untuk masuk ke negaranya sendiri.
Di samping permasalahan di atas, dan beberapa hal yang menjadi pertimbangan untuk memperbaharui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, yakni:
1. letak geografis wilayah negara Republik Indonesia dengan kompleksitas permasalahan lalu lintas antarnegara, terkait erat dengan aspek kedaulatan negara dalam hubungan dengan negara lain;
2. adanya perjanjian-perjanjian internasional atau konvensi-konvensi internasional yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi keimigrasian;
3. adanya peningkatan arus imigran gelap, penyelundupan orang, perdagangan anak dan wanita yang berdimensi internasional;
4. adanya peningkatan kegiatan sindikat internasional yang bergerak di bidang penyelundupan dan perdagangan orang, terorisme, narkotika, dan pencucian uang;
5. pengaturan mengenai detensi dan batas waktu terdetensi belum dilakukan secara komprehensif;
6. fungsi dan tugas keimigrasian yang spesifik dan bersifat universal, dalam pelaksanaannya memerlukan pendekatan sistematis dengan pemanfaatan teknologi informasi yang modern, serta adanya struktur keimigrasian yang memungkinkan dapat bertindak secara langsung agar pelaksanaan fungsi dan tugas keimigrasian lebih efektif dan efisien untuk hal- hal yang bersifat teknis substantif, sehingga penegasan mengenai jabatan fungsional keimigrasian dan penempatan pejabat imigrasi di setiap perwakilan Republik Indonesia adalah sangat signifikan;
7. antisipasi perubahan sistem kewarganegaraan Republik Indonesia yang berdampak pada fungsi dan tugas keimigrasian antara lain mengenai masalah dwi kewarganegaraan terbatas;
8. hak kedaulatan negara dalam penerapan prinsip timbal balik (resiprocal) pemberian visa terhadap warga negara asing;
9. adanya kesepakatan dalam rangka harmonisasi dan standarisasi sistem dan jenis pengamanan surat perjalanan secara internasional, khususnya regional Asean Plus dan juga upaya penyelarasan atau harmonisasi tindakan atau ancaman pidana terhadap para pelaku sindikat yang mengorganisir imigran gelap;
10. mengingat penegakan hukum keimigrasian selama ini belum efektif sehingga pencantuman pidana minimum terhadap pelanggaran ketentuan keimigrasian adalah sangat signifikan;
11. kepentingan untuk memperluas dan menjaring subyek yang merupakan pelaku tindak pidana keimigrasian, antara lain sponsor atau orang yang memfasilitasi masuknya orang asing ke wilayah negara Republik Indonesia yang melanggar ketentuan keimigrasian;
12. penerapan pidana untuk orang asing yang melanggar peraturan di bidang keimigrasian selama ini belum menimbulkan kejeraan (deterrence effect) yakni dengan menerapkan pidana denda yang tinggi.
Dengan adanya perubahan-perubahan di atas, maka Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 perlu diganti dengan yang baru yang lebih komprehensif.
Undang-Undang yang baru ini selain mengatur hal-hal yang baru, juga masih menggunakan sebagian ketentuan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 yang masih relevan dan cukup baik. Selain itu, juga terdapat beberapa ketentuan yang dicabut atau dihapus karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.


II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.


Pasal 3
Ayat (1)
Fungsi keimigrasian dalam ketentuan ini adalah sebagian dari tugas penyelenggaraan negara di bidang pelayanan dan perlindungan masyarakat, penegakan hukum keimigrasian, dan fasilitator penunjang pembangunan.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal belum ada Pejabat Imigrasi pada perwakilan atau tempat lain di luar negeri, tugas dan fungsi keimigrasian dilaksanakan oleh pejabat dinas luar negeri setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pejabat dinas luar negeri yang melaksanakan tugas dan fungsi keimigrasian dalam ketentuan ini terlebih dahulu memperoleh pengetahuan di bidang keimigrasian dan mendapatkan akreditasi dari Pimpinan.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penggeledahan dilakukan dalam rangka mencari kejelasan atas keabsahan dokumen perjalanan dan identitas diri orang yang bersangkutan. Apabila dari hasil penggeledahan tersebut ditemukan adanya indikasi tindak pidana keimigrasian, prosesnya dapat dilanjutkan dengan melakukan penyelidikan keimigrasian.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “keadaan darurat” adalah antara lain terdapat alat angkut yang membawa orang asing berlabuh atau mendarat di suatu tempat di Indonesia karena kerusakan mesin atau cuaca buruk, sedangkan alat angkut tersebut tidak bermaksud untuk berlabuh atau mendarat di wilayah Indonesia.


Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “izin masuk darurat” adalah izin khusus yang diberikan, berlaku juga sebagai izin tinggal kunjungan darurat.

Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “kejahatan internasional dan kejahatan transnasional terorganisasi” antara lain kejahatan terorisme, penyelundupan orang, perdagangan wanita atau anak-anak, narkotika, dan psikotropika.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “ditempatkan dalam pengawasan” adalah penempatan orang asing di Ruang Detensi Imigrasi atau ruang khusus dalam rangka menunggu keberangkatannya keluar wilayah Indonesia. Dalam hal orang asing datang dengan kapal laut, yang bersangkutan ditempatkan di kapal laut tersebut dan dilarang turun ke darat.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan nasional atau menghindari kerugian masyarakat, misalnya orang asing yang bersangkutan belum atau tidak mau menyelesaikan kewajiban pajaknya.
Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “memberikan tanda atau mengibarkan bendera isyarat” adalah antara lain mengibarkan bendera “N” yang biasa digunakan dalam kebiasaan internasional.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “setiap penumpang dan/atau awak alat angkut disini adalah antara lain penumpang yang tidak mendapat Izin Masuk, awak kapal, atau penumpang yang tertinggal.

Ayat (2)
Sistem Informasi Pemrosesan Pendahuluan Data Penumpang lazim juga disebut dengan Advance Passenger Proces .System.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Yang dimaksud dengan “suatu tempat” adalah pelabuhan, bandar udara, atau tempat lainnya yang layak untuk dapat dilakukan pemeriksaan keimigrasian.

Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Area Imigrasi” adalah suatu area di Tempat Pemeriksaan Imigrasi, yang dimulai dari tempat pemeriksaan keimigrasian atau yang dikenal dengan Konter Imigrasi sampai ke alat angkut atau dari alat angkut sampai ke tempat pemeriksaan keimigrasian (Konter Imigrasi).





Ayat (2)
Dalam ketentuan ini “Area Imigrasi” merupakan area terbatas. Pada Area Imigrasi, selain penumpang, awak alat angkut dan petugas yang berwenang tidak seorangpun diperbolehkan untuk berada dalam area tersebut. Penetapan Area Imigrasi sangat penting artinya untuk menentukan status seseorang apakah telah dianggap keluar atau telah masuk wilayah Indonesia. Hal ini berhubungan dengan status keberadaan seseorang di wilayah Indonesia.
Ayat (3)
Kepala Kantor Imigrasi dalam ketentuan ini adalah yang membawahi Tempat Pemeriksaan Imigrasi pada bandar udara, pelabuhan laut, atau pos lintas batas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.







Ayat (2)
Huruf a
Ketentuan ini memberikan kewenangan kepada:
- Menteri Keuangan, yang menyangkut urusan piutang negara, termasuk juga antara lain urusan utang pajak;
- Jaksa Agung, yang menyangkut urusan perkara pidana.
Huruf b
Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang mengajukan permintaan secara langsung kepada Pejabat Imigrasi yang berwenang di Tempat Pemeriksaan Imgrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah orang yang disangka melakukan tindak pidana.
Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 23
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “keadaan yang mendesak atau mendadak” misalnya yang akan dicegah dikhawatirkan melarikan diri keluar negeri pada saat itu juga atau telah berada di Tempat Pemeriksaan Imigrasi untuk keluar negeri sebelum keputusan pencegahan ditetapkan.

Pasal 24
Cukup jelas.


Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Yang dimaksud dengan “keberatan” adalah upaya hukum yang diberikan kepada orang yang terkena pencegahan untuk melakukan pembelaan diri atas pencegahan yang dikenakan kepada dirinya.

Pasal 28
Ayat (1)
Seorang yang terkena pencegahan dalam ketentuan ini hanya dapat keluar wilayah Indonesia setelah masa pencegahan berakhir atau dicabut.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “berakhir demi hukum” adalah pencegahan berakhir dan orang yang bersangkutan dapat melakukan perjalanan keluar wilayah Indonesia.








Pasal 29
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa negara Republik Indonesia mempunyai hak kedaulatan negara, dalam arti bahwa negara Republik Indonesia mempunyai hak untuk menangkal atau menolak kedatangan warga negara asing yang antara lain telah melakukan tindak pidana, pelanggaran keimigrasian serta untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara Republik Indonesia.
Ayat (2)
Pejabat yang berwenang dalam ketentuan ini adalah pimpinan instansi pemerintah.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pelaksanaan ketentuan ayat ini didasarkan kepada asas kejahatan ganda (dual criminality) atau asas resiprositas.

Pasal 34
Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur antara lain mengenai syarat dan tata cara pencegahan dan penangkalan, serta penunjukan Pejabat Imigrasi tertentu yang melaksanakan pencegahan dalam keadaan mendesak atau mendadak.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Perjalanan ke wilayah Indonesia dengan Visa Diplomatik dapat dilakukan dalam rangka melakukan kunjungan yang bersifat diplomatik atau dalam rangka bertempat tinggal di Indonesia untuk tugas-tugas diplomatik.

Pasal 37
Perjalanan ke wilayah Indonesia dengan Visa Dinas dapat dilakukan dalam rangka melakukan kunjungan resmi yang tidak bersifat diplomatik atau dalam rangka bertempat tinggal di Indonesia untuk tugas resmi yang tidak bersifat diplomatik. Visa Dinas dapat juga diberikan kepada anggota keluarga orang asing yang bersangkutan.


Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Yang dimaksud dengan “bisnis” adalah kegiatan usaha yang tidak memperoleh upah secara rutin atau periodik, tetapi untuk mencari keuntungan.

Pasal 40
Yang dimaksud dengan “bertempat tinggal dalam jangka waktu yang terbatas” adalah orang asing yang berada atau bertempat tinggal sementara di wilayah Indonesia dalam rangka melakukan kegiatan-kegiatan yang sah seperti bekerja, sekolah, dan lain-lain. Visa Tinggal Terbatas dapat juga diberikan kepada orang asing eks warganegara Indonesia yang telah kehilangan kewarganegaraan Indonesia berdasarkan Pasal 17 huruf k Undang-Undang Nomer 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Indonesia, dan bermaksud untuk kembali ke Indonesia dalam rangka memperoleh kewarganegaraan Indonesia kembali sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.


Ayat (3)
Bahwa pada dasarnya Visa Kunjungan dan Visa Tinggal Terbatas diberikan oleh Pejabat Imigrasi, namun mengingat belum semua perwakilan Republik Indonesia terdapat Pejabat Imigrasi maka pemberian Visa Kunjungan dan Visa Tinggal Terbatas pengeluarannya untuk sementara dapat didelegasikan kepada Pejabat Dinas Luar Negeri setempat.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Orang asing dari negara-negara tertentu yang dapat diberikan Visa Kunjungan Saat Kedatangan antara lain orang asing dari negara-negara yang termasuk dalam kategori tourist generating countries atau dari negara-negara yang mempunyai hubungan diplomatik yang cukup baik dengan negara Indonesia, namun negara tersebut tidak memberikan fasilitas Bebas Visa kepada warganegara Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud “pembebasan visa” dalam ketentuan ini misalnya untuk kepentingan pariwisata yang membawa manfaat bagi perkembangan pembangunan nasional, dengan memperhatikan asas timbal balik yaitu pembebasan visa hanya diberikan kepada orang asing dari negara-negara yang juga memberikan pembebasan visa kepada warga negara Indonesia.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.

Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “orang asing tertentu” misalnya orang asing tersebut ternyata mempunyai penyakit menular atau penyakit yang dapat membahayakan masyarakat.


Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas.


Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengakomodasi persamaan gender.

Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56
Cukup jelas.

Pasal 57
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “alih status” adalah perubahan status keberadaan orang asing dari izin tinggal kunjungan menjadi izin tinggal terbatas dan dari izin tinggal terbatas menjadi izin tinggal tetap.
Alih status Izin Tinggal Terbatas menjadi Izin Tinggal Tetap dapat diberikan antara lain kepada orang asing yang ingin menanamkan modal atau menjadi tenaga ahli yang diperlukan oleh bangsa Indonesia dan anggota keluarganya.
Alih status Izin Tinggal Terbatas menjadi Izin Tinggal Tetap dapat juga diberikan dalam rangka penyatuan keluarga dari seorang warga negara Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 58
Cukup jelas.

Pasal 59
Yang dimaksud dengan “meragukan status Izin Tinggal dan kewarganegaraan seseorang” antara lain adanya data keimigrasian yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan diragukan status kewarganegaraannya.

Pasal 60
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penjamin” adalah orang perseorangan atau korporasi yang menjamin orang asing untuk masuk, berada, dan melakukan kegiatan di wilayah Indonesia, misalnya bekerja atau sekolah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”perubahan status sipil” antara lain kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian, dan perubahan lain, misalnya perubahan jenis kelamin.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 61
Cukup jelas.

Pasal 62
Cukup jelas.


Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “dokumen negara” adalah dokumen yang setiap saat dapat ditarik kembali apabila diperlukan untuk kepentingan negara. Dokumen ini bukanlah surat berharga, dengan demikian Dokumen Perjalanan tidak dapat dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat perdata, antara lain dijadikan jaminan utang.
Yang dimaksud dengan “dokumen resmi” adalah dokumen perjalanan yang sifatnya sementara sebagai pengganti paspor.

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal 66
Cukup jelas.

Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” antara lain pemulangan warga negara Indonesia dari negara lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 69
Surat Perjalanan Laksana Paspor dapat dikeluarkan secara kolektif antara lain kepada beberapa warga negara Indonesia di luar negeri yang dipulangkan oleh pemerintah negara asing secara bersama-sama. Ketentuan ini tidak berlaku terhadap Pas Perjalanan Haji.

Pasal 70
Cukup jelas.

Pasal 71
Cukup jelas.

Pasal 72
Cukup jelas.

Pasal 73
Cukup jelas.

Pasal 74
Dalam pelaksanaannya, Pimpinan menunjuk Pejabat Imigrasi tertentu.

Pasal 75
Cukup jelas.

Pasal 76
Ayat (1)
Pada dasarnya pengawasan keimigrasian menjadi tanggung jawab Pimpinan yang dilaksanakan oleh Pejabat Imigrasi yang ditunjuk.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 77
Cukup jelas.

Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “badan atau instansi pemerintah terkait” adalah misalnya Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Departemen Dalam Negeri.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 79
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”perubahan status sipil” antara lain kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian, dan perubahan lain, misalnya: perubahan jenis kelamin.
Huruf b
Cukup jelas.

Pasal 80
Cukup jelas.

Pasal 81
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ”penyelidikan keimigrasian” adalah kegiatan-kegiatan atau tindakan Pejabat Imigrasi untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai Tindak Pidana Keimigrasian.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 82
Cukup jelas.

Pasal 83
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Dalam rangka menunjang pengumpulan data orang asing, masyarakat atau instansi pemerintah memberikan keterangan apabila diminta oleh Pejabat Imigrasi.
Huruf b
Cukup jelas.






Huruf c
Pemeriksaan terhadap orang asing dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan dalam rangka pemeriksaan tersebut, Pejabat Imigrasi dapat melakukan penahanan sementara dokumen perjalanan atau dokumen keimigrasian orang asing apabila diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Huruf d
Yang dimaksud dengan ”operasi intelijen” adalah kegiatan yang dilakukan berdasarkan suatu rencana untuk mencapai tujuan khusus di luar tujuan rutin, ditetapkandan dilaksanakan atas perintah Pejabat Imigrasi yang berwenang.
Huruf e
Cukup jelas.

Pasal 84
Cukup jelas.

Pasal 85
Cukup jelas.

Pasal 86
Cukup jelas.

Pasal 87
Cukup jelas.


Pasal 88
Cukup jelas.

Pasal 89
Cukup jelas.

Pasal 90
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Kantor Imigrasi” dalam ketentuan termasuk Kantor Direktorat Jenderal Imigrasi dan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 91
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “tempat lain” misalnya rumah sakit atau tempat penginapan yang mudah diawasi oleh Pejabat Imigrasi.

Pasal 92
Cukup jelas.

Pasal 93
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Jika terjadi suatu kebuntuan hukum yang menyebabkan terdetensi tidak dapat dideportasi setelah lebih dari 10 (sepuluh) tahun berstatus sebagai terdetensi dapat dipertimbangkan untuk diberikan Izin Tinggal Terbatas. Izin Tinggal Terbatas ini tidak dapat dialihstatuskan menjadi Izin Tinggal Menetap dan tidak dimaksudkan untuk memperoleh status menjadi warga negara Republik Indonesia.

Pasal 94
Cukup jelas.

Pasal 95
Cukup jelas.

Pasal 96
Cukup jelas.

Pasal 97
Cukup jelas.

Pasal 98
Cukup jelas.

Pasal 99
Cukup jelas.

Pasal 100
Cukup jelas.

Pasal 101
Cukup jelas.

Pasal 102
Yang dimaksud dengan “setiap orang” adalah orang perseorangan atau korporasi.

Pasal 103
Cukup jelas.

Pasal 104
Cukup jelas.

Pasal 105
Cukup jelas.

Pasal 106
Cukup jelas.

Pasal 107
Cukup jelas.


Pasal 108
Cukup jelas.

Pasal 109
Cukup jelas.

Pasal 110
Cukup jelas.

Pasal 111
Cukup jelas.

Pasal 112
Cukup jelas.

Pasal 113
Cukup jelas

Pasal 114
Cukup jelas.

Pasal 115
Cukup jelas.

Pasal 116
Cukup jelas.

Pasal 117
Cukup jelas.

Pasal 118
Cukup jelas.

Pasal 119
Cukup jelas.

Pasal 120
Cukup jelas.

Pasal 121
Cukup jelas.

Pasal 122
Cukup jelas.

Pasal 123
Cukup jelas.

Pasal 124
Cukup jelas.

Pasal 125
Cukup jelas.

Pasal 126
Cukup jelas


Pasal 127
Cukup jelas.

Pasal 128
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa selain Biaya Imigrasi masih terdapat masih terdapat Penerimaan Negara Bukan Pajak di bidang keimigrasian lainnya, misalnya Biaya Beban.

Pasal 129
Cukup jelas.

Pasal 130
Cukup jelas.

Pasal 131
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Setelah masa jangka waktu 1 (satu) kali musin haji berakhir, Paspor Haji diganti dengan Pas Perjalanan Haji.
Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 132
Cukup jelas.

Pasal 133
Cukup jelas.

Pasal 134
Cukup jelas.




0 comments: